Isu pemindahan ibu kota kian sering didengungkan di berbagai media massa. Bersamaan dengan itu, media juga memberitakan kondisi Jakarta yang kian memprihatinkan dengan berbagai masalah yang terus berdatangan. Dari kemacetan, kepadatan penduduk, masalah air bersih, sampai polusi yang mengancam kesehatan. Hal ini membuat Ibu Kota Jakarta semakin tidak layak huni. Pasalnya, semakin
banyak penyakit yang datang menghinggapi warganya setiap hari.
Namun,
pemindahan ibu kota bukanlah ide reaktif yang semata-mata berangkat dari
permasalahan Ibu Kota Jakarta. Usulan agenda pemindahan ibu kota merupakan bagian
dari isi visi Indonesia 2033 dan sudah masuk dalam RPJMN 2020-2024. Selain itu,
mewujudkan nilai prinsip, soal pemerataan, keadilan, dan keseimbangan
pembangunan agar mengubah mindset dari Jawa Sentris menjadi Indonesia Sentris.
Ibu kota
perlu dipindah agar setiap pemerintahan di masa yang akan datang bisa melangkah
konsisten, terhindar dari berbagai langkah paradoks dalam mencapai cita-cita
bangsa. Untuk itu, indikator smart city cocok sebagai strategi dalam
menuju ibu kota masa depan Indonesia.
Pelayanan informasi yang cepat, tepat
dan akurat sangat diperlukan di era digital saat ini. Ibu kota baru harus bisa membangun pusat komando (command center) sehingga dalam
mengumpulkan dan memproses informasi yang dibutuhkan dari berbagai kejadian dan
kesadaran situasional dapat termanajemen secara efektif dan efisien. Selain
itu, pemanfaatan teknologi dapat dimanfaatkan untuk membantu transparansi dan
efisiensi kinerja pemerintah dengan menggunakan system blockchain.
Pemerintah juga diharapkan bisa
menciptakan smart card, yang mana
kartu tersebut selain sebagai tanda pengenal juga bisa digunakan untuk
transportasi publik, surat izin mengemudi, parkir, pajak, rumah sakit, dan
transaksi lainnya. Dalam kartu tersebut juga disertai logo GPN agar lebih aman
digunakan dalam bertransaksi.
Tersedianya infrastruktur dan sistem
transportasi yang aman serta inovatif yaitu sistem pergerakan yang memungkinkan
terjadinya pemenuhan kebutuhan. Adapun inovasi yang diharapkan untuk
mencapai smart mobility adalah bandara internasional yang dekat dengan ibu kota tetapi tidak berada pada
kawasan padat dengan aktivitas penduduk, hal ini agar tidak menimbulkan
kemacetan. Bandara tersebut juga terintegrasi dengan transportasi berbasis rapid transit (MRT, LRT, dan BRT) yang ramah disabilitas agar
masyarakat yang datang bisa mencapai setiap sudut ibu kota. Selain itu, tersedianya halte dan jalur sepeda, agar masyarakat terbiasa menggunakan sepeda dalam melakukan mobilitas. Adanya
smart parking dan smart lighting
yang menggunakan teknologi Internet of Think akan membuat mobilitas ibu kota lebih efisien dan efektif.
Ibu kota sehat merupakan suatu kondisi
yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk. Penelitian dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), urin dan feses
yang dibuang manusia, ternyata memiliki sumber informasi yang sangat kaya
sehingga dapat dijadikan data untuk mendeteksi berbagai macam penyakit dan
gangguan kesehatan serta informasi lainnya. Berbekal dari teknologi kecerdasan
buatan, sensor sanitasi berukuran mungil itu bisa menghasilkan data yang
berguna untuk memonitor kesehatan dan mengambil kebijakan, serta mendukung
terciptanya ibu kota sehat.
Jikalau
konsep sensor sanitasi tersebut diimplementasikan di ibu kota yang baru, maka
masalah kesehatan dan narkoba bisa tuntas secara efektif dan efisien. Adapun
pemasangannya di setiap saluran pembuangan hunian, baik rumah, apartemen dan
hotel. Tidak lupa juga dipasang di saluran pembuangan fasilitas umum, seperti
kafe dan pusat perbelanjaan. Informasi yang didapat dari sensor sanitasi
tersebut kemudian bisa dimanfaatkan oleh berbagai pihak sesuai dengan
kebutuhannya.
Agar tujuan smart living dapat tercapai lebih optimal, hal
lain yang harus diperhatikan adalah ibu kota ramah disabilitas. Penyandang
disabilitas difasilitasi agar dapat leluasa beraktivitas sehingga bisa hidup
lebih sejahtera, mandiri, nyaman, dan tanpa diskriminasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu pemerintah perlu
mewujudkan aksesibilitas disabilitas pada bangunan dan fasilitas
publik.
Salah satu pilar menuju smart economy adalah pertumbuhan e-commerce yang membaik pada UMKM, industri, produktifitas, pasar buruh dengan terintegrasi pasar
nasional maupun internasional. Ketika masuk pada perdagangan digital, maka
harus mulai ditemukan uniqueness dari
marketplace yang ingin dibangun.
Selain itu, diperlukan penemuan keunikan agar kemudian dapat bertemu dengan
pasar yang tepat. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah regulasi yang tidak
menyulitkan berbagai pihak.
Agar keseimbangan lingkungan dapat
terjaga dengan baik, perlu menerapkan konsep green city. Selain menjaga
lingkungan, juga terciptanya kenyamanan bagi penduduk yang akan tinggal di dalamnya dan pengunjung yang datang. Penerapan smart environment pada
ibu kota baru dapat diwujudkan lewat pengelolaan air bersih, bangunan hijau, dan
waste management. Sampah bisa juga dimanfaatkan bahan bakar kendaraan, pupuk, kerajinan, dan listrik.
Indikator terakhir yaitu smart people, bagaimana bisa menjalankan
ibu kota cerdas kalau masyarakatnya belum cerdas? Masyarakat disarankan agar
meninggalkan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif. Masyarakat juga dituntut
untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya dan menjadi masyarakat yang aktif.
Dalam merealisasikannya, enam indikator smart city sebagai syarat utama harus didukung
syarat ideal. Kementerian PPN/Bappenas mengatakan syarat ideal ibu kota baru seperti
lokasinya yang strategis yang berada di tengah wilayah Indonesia. Selain itu, bisa menampung sekitar 1,5 juta orang,
memperhatikan wilayah keamanan dan pertahanan,
lahan luas minimal 40.000 ha, bebas bencana, budaya terbuka terhadap
pendatang dan potensi konflik sosial rendah. Dengan demikian, tercipta sebuah
ibu kota masa depan yang cerdas, maju, layak huni, berbudaya, aman, nyaman dan manusiawi.
Komentar
Posting Komentar